Setelah hangus ia terbakar Habis raut wajahnya dalam sisa-sisa belukar Air mata menari seiring alunan rintik hujan satu demi satu Menumbuhkan jiwa yang baru, berbeda dari yang sudah lalu
Posts
Showing posts from October, 2017
Ayah Bunda
- Get link
- X
- Other Apps
Jika kamu pernah berharap pada seseorang, lalu luka karena kecewa. Jangan perlakukan harapan ayah bunda seperti orang-orang itu menyalahgunakan mimpi yang kita punya Sakitnya berlipat lipat ganda Karena kita adalah darah dan bagian dari dirinya, kenyataan atas mimpinya Hidupnya .pp. apa ayah sama ibuk sudah bahagia ya punya aku?
- Get link
- X
- Other Apps
Terlelap sudah ia diliputi gelap Secangkir teh susah payah aku suguhkan, percuma Tersenyum ia tanpa terusik keriuhan jiwa yang sedari tadi erat mendekap Ribuan resah kuletakkan, sedikit amarah namun percuma Pecah layaknya lonceng di tengah temaram Sejenak ramai kemudian hilang pancaran jiwa Kuletakkan harapan yang sejak dulu tergenggam Jika memang ini hanya sandiwara, lebih baik aku pergi saja Percuma
sudah jadi apa kamu?
- Get link
- X
- Other Apps
Pertanyaan "mau jadi apa kalau sudah besar nanti?" selalu berhasil mengoyak kesadaran. Pernah aku bertanya pada seorang teman dan alih-alih menjawab kita malah tertawa, kemudian menghela nafas panjang. Pandangannya menerawang, pun juga diriku. Kita sudah besar sekarang, pertanyaannya harus direvisi menjadi "sekarang sudah jadi apa kamu?". Ia tersenyum dan memiringkan kepala, aku balas dengan angkat bahu. Kita tidak tahu. Walaupun beberapa kali telah disuguhi pertanyaan gono gini dan sudah terbiasa dengan ekspresi membeku atau rasa malu, bukan berarti kita berhenti mencari apa yang dituju. Mungkin ada sedikit keinginan untuk memutar waktu sebelum dekat senja, tapi keterbatasan melukiskan hikmah bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulai harapan maupun setapak langkah pertama. Kita bisa.
api
- Get link
- X
- Other Apps
Seperti ombak yang mengajak pasir-pasirnya kembali Menyeret sejumlah memori Kita tertawa memandangi diri Menunjuk bingkai demi bingkai yang dipugar rapi Sengaja menyisakan api, tidak peduli akan harapan yang ditakdirkan mati Karena sudah berkali-kali, hingga aku mengerti Satu dua kali kita akan kembali Berbincang dan bergurau seperti dulu lagi Sejenak melupakan duniawi, duduk di ruang imaji Hanya sesekali